Pesantren Islam Al-Hijaz merupakan lembaga pendidikan wakaf yang memiliki orientasi mencetak penghafal Al-Qur’an yang berkarakter Qurani serta berketrampilan bahasa internasional dan berwawasan global.

Selain itu, Pesantren Islam Al-Hijaz juga menjadi wadah bagi anak-anak yatim dan kaum dhu’afa agar dapat menimba ilmu yang berkualitas serta mendapatkan hak yang sama dengan mereka yang memiliki kemampuan ekonomi. Oleh karenanya, diantara wasiat Pendiri Pesantren kepada Pimpinan Pesantren sebelum beliau Wafat ialah “Saya tidak ingin ada anak yang tidak sekolah karena kendala biaya”.

SEJARAH SINGKAT BERDIRINYA PESANTREN

Berawal dari lima anak pendiri yang dimasukkan ke dalam sebuah pesantren. Kurang lebih 14 tahun lamanya, Ayahanda dan Ibunda mulai memahami hiruk pikuk kehidupan santri dan dunia kepesantrenan. Maka, terbesit dalam hati mereka untuk mendirikan pesantren dengan pembahruan di beberapa bidang.

Ayahanda Drs. KH. Moh. Rizal Lubis – Rahimahullah – yang juga sebagai juru dakwah di Jakarta dan sekitarnya melihat perlu adanya pembenahan fikih shalat pada santri, agar mereka dapat mendirikan shalat sesuai dengan tuntunan Rasul saw yang menjaga thuma’ninah (tenang / tidak tergesah-gesah). Bukan hanya itu, Ayahanda – Rahimahullah – memiliki cita-cita besar “membuat kampung islami berbasis Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menegakkan syari’at islam dan jauh dari ritual kesyirikan.”

Bak gayung bersambut, ternyata Ibunda Hj. Susilowati pun memiliki niat yang sama untuk mendirikan sebuah lembaga pendidikan dengan pembahruan di beberapa bidang. Naluri seorang Ibu yang juga pendidik dari para anak anaknya pun menumbuhkan ide brilian. Dimana Beliau melihat bahwa kesehatan dan kasih sayang adalah indikator utama dalam membentuk intelektualitas seorang anak. Sehingga, Beliaupun berniat jika suatu hari Allah SWT taqdirkan beliau memiliki pesantren, akan ada pembahruan bidang konsumsi dan kebersihan santri yang dikombinasikan dengan pendidikan kasih sayang. Beliau tidak ingin jika pendidikan di pesantrennya kelak berlandaskan kekerasan dan paksaan. Beliau berharap bahwa pendidikan di pesantrennya berasaskan nasehat serta kasih sayang.